Biografi Ir. Soekarno Presiden Indonesia Pertama diawali dengan kelahiran Seokarno. Soekarno dilahirkan pada tanggal 6 Juni 1901 M dan bertepatan pada tanggal 18 Safar 1831 H., beliau dilahirkan pada hari Kamis Pon dalam penanggalan Jawa. Ia dilahirkan di desa Lawang Sekaten Surabaya.1 Soekarno dilahirkan saat fajar mulai menyingsing sehingga ayahnya menganggap bahwa anaknya sebagai “sang fajar” yang dilahirkan dalam abad Revolusi Kemanusiaan. Soekarno meninggal dunia pada hari Minggu tanggal 21 Juni 1970 di Rumah Sakit Angkatan Darat (RSPAD) Jakarta. Beliau dishalatkan di Wisma Yaso Jakarta dan dimakamkan di daerah kelahirannya, Blitar Jawa Timur di dekat makam ibundanya, Ida Ayu Nyoman Rai. Pemerintah RI menganugerahkan Soekarno sebagai Pahlawan Proklamasi.
Soekarno pada awal kelahirannya diberi nama Kusno
Sosrodihardjo. Namun karena ia sering sakit, maka ketika beliau berumur lima tahun
namanya diubah menjadi Soekarno. Nama tersebut diambil dari cerita pewayangan
yakni seorang panglima perang dalam kisah Perang Bharata Yudha yaitu Karna.
Nama "Karna" menjadi "Karno" karena dalam bahasa Jawa huruf
"a" berubah menjadi "o" sedangkan awalan "su"
memiliki arti "baik".
Para penulis sejarah mengemukakan bahwa
Soekarno memiliki nama lengkap ialah Koesno Sosro Soekarno, ayahnya bernama Raden
Soekeni Sosrodihardjo. Ia adalah seorang keturunan bangsawan Jawa kelas
priyayi. Raden Soekeni Sosrodihardjo adalah salah satu dari delapan putera
Raden Harjodikromo. Ia memperoleh pendidikan keguruan di Probolinggo. Pada diri
Raden Soekeni Sosrodihardjo terdapat tiga unsur campuran pemikiran, yaitu
pendidikan Barat, Islam, dan faham teosofi.
\
Setelah menyelesaikan sekolah guru
(kweekschool) Raden Soekeni Sosrodihardjo memperoleh tugas sebagai tenaga
pengajar (guru) di Sekolah Rakyat (SR) di Singaraja Bali. Di samping itu, Raden
Soekeni Sosrodihardjo bekerja sebagai asisten peneliti Prof. Van Der Tuuk.
Prof. Van Der Tuuk adalah seorang ahli bahasa Indonesia yang sudah lama menetap
di Indonesia, tepatnya di daerah Tapanuli Sumatera.
Di Bali, Raden Soekeni Sosrodihardjo tertarik
kepada seorang gadis dan kemudian menikahinya. Gadis tersebut bernama Idayu
Nyoman Rai Sariben. Idayu Nyoman Rai Sariben adalah seorang puteri Bali
keturunan Brahmana yang tinggal di Balai Agung Singaraja Bali. Namun pernikahan
Raden Soekeni Sosrodihardjo dengan Idayu tidak mendapat restu orang tua Idayu,
karena : a) Raden Soekeni Sosrodihardjo bukanlah orang dan memiliki garis
keturunan atau darah Bali walaupun Raden Soekeni Sosrodihardjo memiliki garis keturunan
bangsawan; b) Raden Soekeni Sosrodihardjo seorang penganut agama Islam sedangkan
Idayu dan keluarganya penganut agama Hindu Bali. C) Tingkat perbedaan status
sosial diantara keduanya, yakni Raden Soekeni Sosrodihardjo keturunan Bangsawan
Jawa kelas priyayi, sedangkan Idayu dari Kasta Brahmana Bali, yakni kasta
tertinggi dalam penganut ajaran agama Hindu Bali.
Namun perkawinan itu dapat terlaksana setelah
Raden Soekeni Sosrodihardjo memutuskan untuk membawa kawin lari Idayu Nyoman
Rai Sariben dan Raden Soekeni Sosrodihardjo harus membayar denda senilai 25
ringgit atas perbuatanya tersebut. Kisah keras sikap ayahandanya kepada
keluarga dari pihak ibunya ini, sering diceritakan oleh Ida Ayu kepada dua
anaknya yaitu Sukarmini yang kemudian lebih dikenal dengan Ibu Wardoyo dan
Kusno Sosro Soekarno yang kemudian dikenal dengan nama Soekarno.
Pada perjalanan pendidikan, Soekarno diminta oleh
kakeknya di Tulung Agung Jawa Timur Selatan untuk mengenyam pendidikan dan
meringankan beban ekonomi Raden Soekeni Sosrodihardjo. Pada tahun 1907 Soekarno
masuk Sekolah Dasar atau pada masa itu disebut dengan Sekolah Rakyat (SR) di Tulung
Agung bersama kakeknya.
Namun pada waktu ia Sekolah Rakyat, ia
bukanlah termasuk murid yang rajin, walaupun bukan termasuk murid yang bodoh,
akan tetapi ia kurang berminat untuk belajar di sekolah tersebut. Di samping
itu, Soekarno tidak pernah menghapal pelajaran sekolah dengan baik. Bahkan ia
lebih sering menghapal cerita pewayangan terutama cerita perang Baratayuda. Raden
Soekeni Sosrodihardjo pindah dari Surabaya ke Sidoardjo, kemudian pindah lagi ke
kota Mojokerto. Sementara itu, kedudukan ayah Soekarno naik dari guru biasa
menjadi Mantri Guru (Kepala Sekolah) di Sekolah Rakyat Ongko Loro yang terdiri
dari dua tahun masa ajaran dan diperuntukkan khusus untuk orang-orang
Bumiputera. Setelah orang tuanya pindah, Soekarno kembali bergabung dan berada
di bawah asuhan langsung kedua orang tuanya di Mojokerto.
Pada tahun 1908, Soekarno masuk Sekolah Dasar
di HIS, kemudian tahun 1913 melanjutkan ke Europesche Legore School (ELS) di
Mojokerto yang ia selesaikan pada tahun 1916.26 Raden Soekeni Sosrodihardjo
mendidiknya dengan disiplin tinggi, sehingga walaupun Soekarno telah duduk di
meja belajar selama berjam-jam, namun tetap saja ayahnya menyuruhnya untuk
belajar membaca dan menulis. Hal tersebut dilakukan orang tua Soekarno, sebab
orang tuanya memiliki keyakinan bahwa anaknya kelak akan menjadi orang yang
sangat penting dan sangat disegani.27 Usaha orang tua Soekarno berhasil,
sehingga Soekarno termasuk murid yang menonjol. Soekarno nampak mulai gemar
belajar bahasa, menggambar dan berhitung. Bahkan Soekarno ikut les pelajaran
tambahan yakni pelajaran bahasa Prancis dan dalam waktu singkat ia fasih dalam
berbahasa tersebut.28 Namun menurut hemat penulis, rancangan orang tua Soekarno
tidak sesuai dengan tantangan dan kondisi yang dihadapinya. Ia belajar bahasa
Prancis, sementara ia menghadapi pendidikan berbahasa Belanda. Kondisi ini tentunya
tidak relevan, apalagi kalau melihat kesulitan-kesulitan yang dihadapinya di
sekolah yang akan ia tempuh.
Pada tahun 1914, Soekarno kelas lima dan tiba
saatnya untuk menjalani tahap pendidikan yang direncanakan orang tuanya, yakni
untuk melanjutkan ke sekolah dasar berbahasa Belanda.29 Namun pada saat akan
mendaftarkan puteranya, Raden Soekeni Sosrodihardjo dihadapkan pada persoalan
kemampuan bahasa Belanda Soekarno. Setelah wawancara dengan Kepala Sekolah,
Soekarno diterima sebagai murid, namun karena kemampuan bahasa Belandanya dinyatakan
kurang untuk ukuran kelas enam di sekolah tersebut. Ia diterima di kelas yang
lebih rendah. Soekarno protes, karena merasa malu duduk di bawah kelompok umurnya.
Untuk mengatasi masalah tersebut, Raden Soekeni Sosrodihardjo mengurangi umur
Soekarno satu tahun. Dengan demikian umur Soekarno bukan tiga belas tahun
melainkan dua belas tahun ketika mendaftarkan diri di sekolah tersebut dan diterima
di kelas lima. Soekarno mampu menyelesaikan pendidikannya selama dua tahun. Selama
di sekolah dasar, Soekarno mulai mengamati adanya perlakuan diskriminasi yang
dilakukan oleh para guru Belanda terhadap anak-anak Belanda dengan anak-anak
pribumi. Kondisi ini memicu rasa kebencian Soekarno terhadap sikap dan
perlakuan Belanda, bertambah pula karena dengan keadaan ekonomi orang tuanya yang
susah. Bahkan yang dialami oleh seluruh bangsa Indonesia.
Pada tanggal 10 Juni 1921, Soekarno
menyelesaikan sekolahnya di HBS Surabaya, dan ia berniat meneruskan
pendidikannya di Negeri Belanda, sebagaimana kecenderungan para pelajar pada
waktu itu. Namun keinginannya tersebut tidak tercapai karena tidak diijinkan
oleh orang tuanya, terutama oleh ibunya. Pada minggu akhir bulan Juni 1921,
Soekarno mulai memasuki kota Bandung dan mendaftarkan diri sebagai mahasiswa di
Sekolah Tinggi Teknik atau Tachnishe hoge School (THS) Bandung dan pada tanggal
25 Mei 1928 dan ia memperoleh gelar Insinyur Teknik.
Soekarno mendapat gelar Doctor Honoris Causa
dari 26 universitas di dalam maupun di luar negeri. Selain dari universitas
terkemuka di Indonesia seperti Universitas Gajah Mada, Universitas Indonesia,
Institut Teknologi Bandung, Universitas Padjadjaran, Universitas Hasanuddin dan
Institut Agama Islam Negeri Jakarta, juga dari perguruan tinggi di mancanegara.
Di antaranya, Columbia University (Amerika Serikat), Berlin University
(Jerman), Lomonosov University (Moscow), Al-Azhar University (Cairo). Berbagai
bidang keilmuan menunjukkan luasnya wawasan Soekarno. Tidak hanya dalam Ilmu
Teknik, tapi juga dalam Ilmu Sosial dan Politik, Ilmu Hukum, Ilmu Sejarah,
Filsafat dan Ilmu Ushuluddin.
Perjuangan Soekarno
Penjajahan Belanda telah menyebabkan
kehidupan rakyat Indonesia menjadi porak poranda. Penjajahan tersebut mencekik vitalitas
dan sumber- sumber kesejahteraan rakyat Indonesia. Struktur rohani rakyat berubah,
sedangkan kepribadian hancur, kekayaan yang dimiliki Bangsa Indonesia dikeruk
dan dibawa Belanda untuk diperjualbelikan, pendidikan rakyat tidak diperhatikan
dan kesatuan dan persatuan bangsa dipecah belah.
Sejak di Surabaya Soekarno mulai berkenalan
dengan Pemikiran Barat dan pemikiran keislaman. Soekarno ditempatkan ayahnya di
rumah Tjokroaminoto dengan dua alasan utama, yaitu : 1) Tjokroaminoto adalah
sahabat dekat dari Raden Soekeni Sosrodihardjo, 2) Didorong oleh keinginan
orang tuanya untuk menjadikan Soekarno sebagai tokoh Karno yang kedua dalam
dunia nyata mengikuti jejak dalam cerita pewayangan.
Dengan tinggal di rumah Tjokroaminoto
tersebut berarti Soekarno semakin mengenal tokoh tersebut. Demikian pula halnya
dengan Soekarno ketika dipisahkan dari masyarakat untuk dipersiapkan kembali
pemunculannya dengan bentuk yang sama. Gurunya yaitu Tjokroaminoto yang
membentuk hidup sang pemuda dan mengantarkannya kembali pada perbatasan masyarakat
sehari-hari setelah usianya dipandang cukup matang. Soekarno tidak hanya
menunggu bimbingan dari gurunya, tetapi berusaha mengembangkan dirinya dan
mempersiapkan dengan sungguh-sungguh secara terarah, melakukan komunikasi baik
langsung maupun tidak langsung dengan orang yang dipandangnya memiliki
pemikiran yang berwawasan masa depan. Di rumah Tjokroaminoto ia bergaul dengan
orang-orang yang datang dari berbagai aliran pemikiran seperti dari yang berhaluan
komunis seperti Alimin, Muso,Semaun dan Darsono.
Secara rinci mengenai beografi kehidupan
Soekarno dari masa pergerakan sampai akhir hayatnya dapat kita lihat sebagai
berikut :
1.
Tahap Nasionalisme
Saat Soekarno lulus menempuh Europesche
Legore School (ELS) di Mojokerto, Soekarno dikirim orang tuanya untuk
melanjutkan studinya ke Hogere Burger School (HBS) di Surabaya. Masih di
Surabaya, selain ia aktif mengikuti pembelajaran di sekolah Hogere Burger
School (HBS), ia mendirikan perkumpulan politik yang bernama “Tri Koro Darmo”
yang artinya memiliki tiga tujuan dan melambangkan kemerdekaan politik,
ekonomi, dan sosial bangsa Indonesia.
Organisasi ini pada dasarnya adalah sebuah
oragnisasi para pelajar yang sebaya dengan Soekarno pada waktu itu. Organisasi
ini berlandaskan kebangsaan yang kegiatannya adalah mengembangkan kebudayaan,
mengumpulkan dana sekolah dan membantu korban bencana alam yang ada di
Surabaya.45
Di samping itu, Soekarno aktif mengikuti
kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh Studirclub, sebuah kelompok yang
aktif membahas buah pikiran dan cita-cita bangsa Indonesia yang terjajah. Dalam
Studirclub, inilah pertama kali Soekarno berpidato. Usianya pada waktu itu 16
tahun.46 Pidato ini didorong oleh sikapnya yang tidak setuju terhadap pidato
ketua Studirclub, yang mengatakan bahwa menguasai bahasa Belanda adalah menjadi
keharusan bagi para generasi muda Indonesia.47 Mendengar pernyataan tersebut,
Soekarno langsung saja berdiri dan berpidato dengan gaya khasnya. Isi Pidato
Soekarno intinya tidak setuju dengan isi pidato tersebut. Soekarno justru
menghimbau para anggota Studirclub untuk bersatu dalam mengembangkan bahasa Melayu,
baru kemudian bahasa asing, terutama bahasa Inggris, karena bahasa Inggris merupakan
bahasa diplomatik yang digunakan hampir oleh seluruh bangsa di dunia, termasuk
bangsa Indonesia.
Pada tahun 1921 Soekarno tamat dari Hogere
Burger School (HBS) dan ia melanjutkan ke Sekolah Tinggi Teknik (Technische
Hoge School/THS) di Bandung.49 di sekolah ini, Soekarno adalah seorang dari
sebelas mahasiswa yang berasal dari anak Bumiputera. Sebagai mahasiswa,
Soekarno aktif dan rajin belajar. Namun, timbul kegelisahan dalam bathinnya
sebagaimana pengaruh dari pergerakan politik di Surabaya, hatinya mulai terusik
untuk ikut aktif dalam kegiatan politik dengan cita- cita melepaskan bangsa
Indonesia yang terjajah.
Pada tahun 1926 ia tamat dari THS dengan baik,
namun di sela- sela perkuliahannya, yakni sekitar tahun 1923 – 1924 ia ikut
mengubah “Jong Java” menjadi “Jong Indonesia” dan pernah pula menjadi anggota
organisasi kepanduan di Bandung.
2.
Politik Praktis Ir. Soekarno
Pada tanggal 4 Juli 1927 di Bandung di adakan
rapat besar yang dihadiri oleh Soekarno, Ishaq, Boediarto, Tilaar, Tjipto
Mangunkusumo, Soejadi, dan Soedardjo dalam rapat tersebut memutuskan untuk
mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI) yang berasaskan marhaenisme. Adapun
unsur-unsur Marhaenisme adalah :a) Ketuhanan Yang Maha Esa; b) Sosio
Nasionalisme; c) Sosio Demokrasi.
Dengan asas dan perjuangan Marhenisme, PNI
bertekad untuk meneruskan perjuangan yang progresif menentang imperialisme
Belanda, asas dan perjuangan seperti ini dimaksudkan untuk menciptakan
kemerdekaan, membangun masyarakat yang adil dan makmur, serta membangun
Indonesia baru. Di samping menumbuhkan keinsafan akan jeleknya nasib yang dialami
bangsa Indonesia, maka tujuan pendirian PNI juga bermaksud supaya timbul rasa
nasionalisme bagi rakyat Indonesia.
Perkembangan PNI demikian pesatnya sehingga
di Tanah Jawa saja memiliki anggota lk 13,5 juta orang. Kenyataan ini membuktikan
bahwa kekuatan PNI pada waktu itu tidak boleh dipandang remeh oleh penjajah Belanda.
Maka pantaslah Pemerintah Hindia Belanda makin lama makin menaruh kecurigaan yang
besar terhadap kegiatan dan sepak terjang PNI.
Adapun langkah pertama yang dilakukan
Soekarno adalah bersama-sama dengan Soekiman atas nama PSII mengirim surat
kepada semua pengurus Besar partai-partai politik yang ada di Indoensia. Surat
itu berisikan tentang ajakan untuk mendirikan partai gabungan di Indoensia.
Surat tersebut mendapat respons positif dari partai-partai politik di seluruh Indonesia,
maka pada tanggal 17 Desember 1927 lahirlah Permufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan
(PPPKI).
Langkah kedua yang dilakukan Soekarno, yakni sesudah
pembentukan PPPKI, pergolakan dan perjuangan politik di Indoensia makin hebat,
bahkan dalam jangka kurang dari dua tahun, mereka bergerak dengan propaganda
gigihnya menentang imperialisme dan kolonialisme Belanda di Indonesia. Suatu
peristiwa bersejarah ketika diadakan Kongres Pelajar yang melahirkan Supah
Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928, yang dalam sumpah itu dinyatakan dengan
segala kesungguhannya berjuang mengobarkan semangat persatuan dan kesatuan.
Pada waktu itu pula berkumandang lagu kebangsaan Indoenesia Raya yang langsung
dipimpin oleh penciptanya sendiri, yakni seorang pemuda patriot Wage Rudolf Supratman.
Namun sayang perjuangan tersebut tidak
berangsur lama, yakni setelah ditangkap dan dipenjarakannya Soekarno, PPPKI
berangsur-angsur memudar dan konflik kepentingan semakin menonjol, bahkan
anggota partai lebih mementingkan kepentingan federasi dibandingkan kepentingan
PPPKI.
Pada tahun 1930 PNI dibubarkan oleh Sartono
dan diganti namanya dengan nama Partai Indonesia (PARTINDO). Setelah Soekarno
dibebaskan, ia berusaha untuk menyatukan kembali anggota-anggota PNI, namun
gagal dan ia kemudian aktif dalam perjuangan PARTINDO.
Pada tahun 1934 Soekarno kembali ditangkap
dan diberangkatkan bersama Inggit dari Surabaya naik kapal KPM Van Ricbeak
menuju tempat pengasingan yang sangat terpencil yakni kota Ende Plores. Setahun
kemudian Soekarno menderita penyakit malaria, sehingga ia dipindahkan dari Ende
ke Bengkulu. Pada tahun 1942 Soekarno kabur dari penjara Bengkulu, ia menuju Padang
dan menyebrangi Selat Sunda dan tiba dengan selamat di Jakarta pada bulan Juli
1942.
3.
Masa Pergerakan
Soekarno untuk pertama kalinya menjadi
terkenal ketika dia menjadi anggota Jong Java cabang Surabaya pada tahun 1915. Bagi
Soekarno sifat organisasi tersebut yang Jawa-sentris dan hanya memikirkan
kebudayaan saja. Hal ini merupakan tantangan tersendiri bagi Soekarno. Dalam
rapat pleno tahunan yang diadakan Jong Java cabang Surabaya Soekarno
menggemparkan sidang dengan berpidato menggunakan bahasa Jawa ngoko. Sebulan
kemudian dia mencetuskan perdebatan sengit dengan menganjurkan agar surat kabar
Jong Java diterbitkan dalam bahasa Melayu dan bukan dalam bahasa Belanda.
Pada tahun 1926, Soekarno mendirikan Algemene
Studie Club di Bandung yang merupakan hasil inspirasi dari Indonesische Studie
Club oleh Dr. Soetomo. Organisasi ini menjadi cikal bakal Partai Nasional
Indonesia yang didirikan pada tahun 1927. Aktivitas Soekarno di PNI
menyebabkannya ditangkap Belanda pada tanggal 29 Desember 1929 di Yogyakarta
dan esoknya dipindahkan ke Bandung, untuk dijebloskan ke Penjara Banceuy. Pada
tahun 1930 ia dipindahkan ke Sukamiskin dan pada tahun itu ia memunculkan
pledoinya yang fenomenal Indonesia Menggugat, hingga dibebaskan kembali pada
tanggal 31 Desember 1931.
Pada bulan Juli 1932, Soekarno bergabung dengan
Partai Indonesia (Partindo), yang merupakan pecahan dari PNI. Soekarno kembali
ditangkap pada bulan Agustus 1933, dan diasingkan ke Flores. Di sini, Soekarno
hampir dilupakan oleh tokoh-tokoh nasional. Namun semangatnya tetap membara
seperti tersirat dalam setiap suratnya kepada seorang Guru Persatuan Islam
bernama Ahmad Hasan. Pada tahun 1938 hingga tahun 1942 Soekarno diasingkan ke
Provinsi Bengkulu.
4.
Zaman Jepang
Pada awal masa penjajahan Jepang (1942-1945),
pemerintah Jepang sempat tidak memperhatikan tokoh-tokoh pergerakan Indonesia terutama
untuk "mengamankan" keberadaannya di Indonesia. Ini terlihat pada
Gerakan 3A dengan tokohnya Shimizu dan Mr. Syamsuddin yang kurang begitu
populer. Namun akhirnya, pemerintahan pendudukan Jepang memperhatikan dan
sekaligus memanfaatkan tokoh-tokoh Indonesia seperti Soekarno, Mohammad Hatta, dan
lain-lain dalam setiap organisasi-organisasi dan lembaga-lembaga untuk menarik
hati penduduk Indonesia. Disebutkan dalam berbagai organisasi seperti Jawa
Hokokai, Pusat Tenaga Rakyat (Putera), BPUPKI dan PPKI, tokoh-tokoh seperti
Soekarno, Hatta, Ki Hajar Dewantara, K.H. Mas Mansyur, dan lain-lainnya
disebut-sebut dan terlihat begitu aktif. Dan akhirnya tokoh-tokoh nasional
bekerja sama dengan pemerintah pendudukan Jepang untuk mencapai kemerdekaan
Indonesia, meski ada pula yang melakukan gerakan bawah tanah seperti Sutan
Syahrir dan Amir Sjarifuddin karena menganggap Jepang adalah fasis yang
berbahaya dalam melakukan penjajahan di Indonesia.
Soekarno sendiri, saat pidato pembukaan
menjelang pembacaan teks proklamasi kemerdekaan RI, mengatakan bahwa meski
sebenarnya kita perlu melakukan kerja sama dengan Jepang, sebenarnya kita
percaya dan yakin kita mampu dengan mengandalkan kekuatan sendiri dalam
perjuangan kemerdekaan ini.
Soekarno aktif dalam usaha persiapan
kemerdekaan Indonesia, di antaranya adalah merumuskan Pancasila, UUD 1945, dan
dasar-dasar pemerintahan Indonesia termasuk merumuskan naskah proklamasi
Kemerdekaan. Soekarno sempat dibujuk untuk menyingkir ke Rengasdengklok oleh para
pemuda pejuang kemerdekaan. Dengan salah satu tokohnya bernama Soekarni, Wikana,
Singgih dan Chairul Saleh, Para pemuda menuntut agar Soekarno dan Mohammad
Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia, karena di
Indonesia terjadi kevakuman kekuasaan. Ini disebabkan pemerintah Jepang sudah
menyerah dan pasukan Sekutu belum datang.
Pada tahun 1943, Perdana Menteri Jepang
Hideki Tojo mengundang tokoh Indonesia yakni Soekarno, Mohammad Hatta, dan Ki
Bagoes Hadikoesoemo ke Jepang dan diterima langsung oleh Kaisar Hirohito.
Bahkan kaisar memberikan Bintang kekaisaran (Ratna Suci) kepada tiga tokoh
Indonesia tersebut. Penganugerahan Bintang itu membuat pemerintahan pendudukan
Jepang terkejut, karena hal itu berarti bahwa ketiga tokoh Indonesia itu dianggap
keluarga Kaisar Jepang sendiri.
Pada bulan Agustus 1945, ia diundang oleh
Marsekal Terauchi, pimpinan Angkatan Darat wilayah Asia Tenggara di Dalat
Vietnam yang kemudian menyatakan bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia adalah
urusan rakyat Indonesia sendiri.
5.
Masa Revolusi
Soekarno bersama tokoh-tokoh nasional mulai
mempersiapkan diri menjelang Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Setelah
sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI, Panitia
Kecil yang terdiri dari sembilan orang/Panitia Sembilan (yang menghasilkan
Piagam Jakarta) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia PPKI, Soekarno-Hatta
mendirikan Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Setelah menemui Marsekal Terauchi di Dalat,
Vietnam, terjadilah Peristiwa Rengasdengklok pada tanggal 16 Agustus 1945;
Soekarno dan Mohammad Hatta dibujuk oleh para pemuda untuk menyingkir ke asrama
pasukan Pembela Tanah Air Peta Rengasdengklok.73 Tokoh pemuda yang membujuk
antara lain Soekarni, Wikana, Singgih serta Chairul Saleh. Para pemuda menuntut
agar Soekarno dan Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia,
karena di Indonesia terjadi kevakuman kekuasaan. Ini disebabkan karena Jepang
sudah menyerah dan pasukan Sekutu belum tiba.
Namun Soekarno, Hatta dan para tokoh menolak
dengan alasan menunggu kejelasan mengenai penyerahan Jepang. Alasan lain yang
berkembang adalah Soekarno menetapkan momen tepat untuk kemerdekaan Republik
Indonesia yakni dipilihnya tanggal 17 Agustus 1945 saat itu bertepatan dengan
bulan Ramadhan, bulan suci kaum muslim yang diyakini merupakan bulan turunnya wahyu
pertama kaum muslimin kepada Nabi Muhammad SAW yakni al-Qur’an.
Pada tanggal 18 Agustus 1945, Soekarno dan
Mohammad Hatta diangkat oleh PPKI menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik
Indonesia. Pada tanggal 29 Agustus 1945 pengangkatan menjadi presiden dan wakil
presiden dikukuhkan oleh KNIP. Pada tanggal 19 September 1945 kewibawaan
Soekarno dapat menyelesaikan tanpa pertumpahan darah, yakni peristiwa yang terjadi
di Lapangan Ikada, telah berkumpul 200.000 rakyat Jakarta akan bentrok dengan
pasukan Jepang yang masih bersenjata lengkap.
Pada saat kedatangan Sekutu (AFNEI) yang
dipimpin oleh Letjen. Sir Phillip Christison, Christison akhirnya mengakui
kedaulatan Indonesia secara de facto setelah mengadakan pertemuan dengan
Presiden Soekarno. Presiden Soekarno juga berusaha menyelesaikan krisis di
Surabaya. Namun akibat provokasi yang dilancarkan pasukan NICA (Belanda) yang
membonceng Sekutu (di bawah Inggris), terjadi Peristiwa 10 November 1945 di
Surabaya dan gugurnya Brigadir Jenderal A.W.S Mallaby.
Karena banyak provokasi di Jakarta pada waktu
itu, Presiden Soekarno akhirnya memindahkan Ibukota Republik Indonesia dari
Jakarta ke Yogyakarta. Diikuti wakil presiden dan pejabat tinggi negara
lainnya. Kedudukan Presiden Soekarno menurut UUD 1945 adalah kedudukan Presiden
selaku kepala pemerintahan dan kepala negara (presidensiil/single executive).
Selama revolusi kemerdekaan, sistem pemerintahan berubah menjadi
semipresidensiil/double executive. Presiden Soekarno sebagai Kepala Negara dan
Sutan Syahrir sebagai Perdana Menteri/Kepala Pemerintahan. Hal itu terjadi karena
adanya maklumat wakil presiden No X, dan maklumat pemerintah bulan November 1945
tentang partai politik. Hal ini ditempuh agar Republik Indonesia dianggap negara
yang lebih demokratis.
Meski sistem pemerintahan berubah, pada saat revolusi
kemerdekaan, kedudukan Presiden Soekarno tetap paling penting, terutama dalam
menghadapi Peristiwa Madiun 1948 serta saat Agresi Militer Belanda II yang menyebabkan
Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta dan sejumlah pejabat tinggi negara
ditahan Belanda. Meskipun sudah ada Pemerintahan Darurat Republik Indonesia
(PDRI) dengan ketua Sjafruddin Prawiranegara, tetapi pada kenyataannya dunia
internasional dan situasi dalam negeri tetap mengakui bahwa Soekarno-Hatta adalah
pemimpin Indonesia yang sesungguhnya, hanya kebijakannya yang dapat menyelesaikan
sengketa Indonesia-Belanda.
6.
Masa Kemerdekaan
Setelah Pengakuan Kedaulatan (Pemerintah
Belanda menyebutkan sebagai Penyerahan Kedaulatan), Presiden Soekarno diangkat
sebagai Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Mohammad Hatta diangkat
sebagai perdana menteri RIS. Jabatan Presiden Republik Indonesia diserahkan
kepada Mr Assaat, yang kemudian dikenal sebagai RI Jawa- Yogya. Namun karena
tuntutan dari seluruh rakyat Indonesia yang ingin kembali ke negara kesatuan,
maka pada tanggal 17 Agustus 1950, RIS kembali berubah menjadi Republik Indonesia
dan Presiden Soekarno menjadi Presiden RI. Mandat Mr Assaat sebagai pemangku jabatan
Presiden RI diserahkan kembali kepada Ir. Soekarno sebagai presiden yang resmi
menurut konstitusional.
Mitos Dwitunggal Soekarno-Hatta cukup populer
dan lebih kuat di kalangan rakyat dibandingkan terhadap kepala pemerintahan
yakni perdana menteri. Jatuh bangunnya kabinet yang terkenal sebagai
"kabinet seumur jagung" membuat Presiden Soekarno kurang mempercayai
sistem multipartai, bahkan menyebutnya sebagai "penyakit kepartaian".
Tak jarang, ia juga ikut turun tangan menengahi konflik- konflik di tubuh
militer yang juga berimbas pada jatuh bangunnya kabinet. Seperti peristiwa Oktober
1952 dan Peristiwa di kalangan Angkatan Udara.
Soekarno juga banyak memberikan
gagasan-gagasan di dunia Internasional. Keprihatinannya terhadap nasib bangsa
Asia-Afrika, masih belum merdeka, belum mempunyai hak untuk menentukan nasibnya
sendiri, menyebabkan presiden Soekarno, pada tahun 1955, mengambil inisiatif
untuk mengadakan Konferensi Asia-Afrika di Bandung yang menghasilkan Dasa Sila.
Bandung dikenal sebagai Ibu Kota Asia-Afrika. Ketimpangan dan konflik akibat
"bom waktu" yang ditinggalkan negara- negara barat yang dicap masih mementingkan
imperialisme dan kolonialisme, ketimpangan dan kekhawatiran akan munculnya perang
nuklir yang mengubah peradaban, ketidakadilan badan-badan dunia internasional
dalam penyelesaian konflik juga menjadi perhatiannya. Bersama Presiden Josip
Broz Tito (Yugoslavia), Gamal Abdel Nasser (Mesir), Mohammad Ali Jinnah
(Pakistan), U Nu, (Birma) dan Jawaharlal Nehru (India) ia mengadakan Konferensi
Asia Afrika yang membuahkan Gerakan Non Blok. Berkat jasanya itu, banyak negara
Asia Afrika yang memperoleh kemerdekaannya. Namun sayangnya, masih banyak pula
yang mengalami konflik berkepanjangan sampai saat ini karena ketidakadilan
dalam pemecahan masalah, yang masih dikuasai negara-negara kuat atau adikuasa. Berkat
jasa ini pula, banyak penduduk dari kawasan Asia Afrika yang tidak lupa akan Soekarno
bila ingat atau mengenal akan Indonesia.
Guna menjalankan politik luar negeri yang bebas-aktif dalam dunia internasional, Presiden Soekarno mengunjungi berbagai negara dan bertemu dengan pemimpin-pemimpin negara. Di antaranya adalah Nikita Khruschev Uni Soviet, John Fitzgeraid Kennedy Amerika Serikat, Fidel Castro Kuba, Mao Tse Tung Republik Rakyat Cina. Upaya tersebut menurut penulis, adalah upaya diplomatis yang sangat strategis yang dilakukan Soekarno untuk mewujudkan pengakuan kedaulatan kemerdekaan Indonesia. Upaya menghadap penguasa dunia yakni Amerika dan Uni Soviet adalah langkah tepat. Tetapi dua penguasa dunia tersebut akan memberi persetujuan ketika Indonesia memilih salah satu dari keduanya, sehingga langkah bebas aktif sulit diterima kedua penguasa dunia tersebut.
Masa
Akhir Kekuasaan Soekarno
Situasi politik Indonesia menjadi tidak menentu
setelah enam jenderal dibunuh dalam peristiwa yang dikenal dengan sebutan Gerakan
30 September atau G30S pada 1965.84 Pelaku sesungguhnya dari peristiwa tersebut
masih merupakan kontroversi walaupun PKI dituduh terlibat di dalamnya.85
Kemudian massa dari KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) dan KAPI (Kesatuan
Aksi Pelajar Indonesia) melakukan aksi demonstrasi dan menyampaikan Tri
Tuntutan Rakyat (Tritura) yang salah satu isinya meminta agar PKI dibubarkan.86
Namun, Soekarno menolak untuk membubarkan PKI karena bertentangan dengan
pandangan Nasakom (Nasionalisme, Agama, Komunisme).87 Sikap Soekarno yang
menolak membubarkan PKI kemudian melemahkan posisinya dalam politik.
Lima bulan kemudian, dikeluarkanlah Surat
Perintah Sebelas Maret yang ditandatangani oleh Soekarno.89 Isi dari surat
tersebut merupakan perintah kepada Letnan Jenderal Soeharto untuk mengambil
tindakan yang perlu guna menjaga keamanan pemerintahan dan keselamatan pribadi
presiden. Surat tersebut lalu digunakan oleh Soeharto yang telah diangkat
menjadi Panglima Angkatan Darat untuk membubarkan PKI dan menyatakannya sebagai
organisasi terlarang. Kemudian MPRS pun mengeluarkan dua Ketetapannya, yaitu TAP
No. IX/1966 tentang pengukuhan Supersemar menjadi TAP MPRS dan TAP No. XV /
1966 yang memberikan jaminan kepada Soeharto sebagai pemegang Supersemar untuk setiap
saat menjadi presiden apabila presiden berhalangan.
Soekarno kemudian membawakan pidato pertanggungjawaban
mengenai sikapnya terhadap peristiwa G30S PKI pada Sidang Umum ke-IV MPRS.91
Pidato tersebut berjudul "Nawaksara" dan dibacakan pada 22 Juni 1966.
MPRS kemudian meminta Soekarno untuk melengkapi pidato tersebut. Pidato
"Pelengkap Nawaskara" pun disampaikan oleh Soekarno pada 10 Januari
1967 namun kemudian ditolak oleh MPRS pada tanggal 16 Februari tahun yang sama.Hingga
akhirnya pada 20 Februari 1967 Soekarno menandatangani Surat Pernyataan
Penyerahan Kekuasaan di Istana Merdeka.
Dengan ditandatanganinya surat tersebut maka
Soeharto secara de facto menjadi kepala pemerintahan Indonesia. Setelah
melakukan Sidang Istimewa maka MPRS pun mencabut kekuasaan atas Presiden
Soekarno, mencabut gelar Pemimpin Besar Revolusi dan mengangkat Soeharto
sebagai Presiden RI hingga diselenggarakan pemilihan umum berikutnya. Situasi
politik Indonesia menjadi tidak menentu setelah enam jenderal dibunuh dalam peristiwa
yang dikenal dengan sebutan Gerakan 30 September atau G30S pada 1965. Pelaku sesungguhnya
dari eristiwa tersebut masih merupakan kontroversi walaupun PKI dituduh terlibat
di dalamnya. Kemudian massa dari KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) dan
KAPI (Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia) melakukan aksi demonstrasi dan menyampaikan
Tri Tuntutan Rakyat (Tritura) yang salah satu isinya meminta agar PKI
dibubarkan.
Namun, Soekarno menolak untuk membubarkan PKI
karena bertentangan dengan pandangan Nasakom (Nasionalisme, Agama, Komunisme).Sikap
Soekarno yang menolak membubarkan PKI kemudian melemahkan posisinya dalam
politik di Indonesia. Lima bulan kemudian, dikeluarkanlah Surat Perintah
Sebelas Maret yang ditandatangani oleh Soekarno. Isi dari surat tersebut
merupakan perintah kepada Letnan Jenderal Soeharto untuk mengambil tindakan yang
perlu guna menjaga keamanan pemerintahan dan keselamatan pribadi presiden.
Surat tersebut lalu digunakan oleh Soeharto yang telah diangkat menjadi
Panglima Angkatan Darat untuk membubarkan PKI dan menyatakannya sebagai
organisasi terlarang.Kemudian MPRS pun mengeluarkan dua Ketetapannya, yaitu TAP
No. IX/1966 tentang pengukuhan Supersemar menjadi TAP MPRS dan TAP No. XV/1966
yang memberikan jaminan kepada Soeharto sebagai pemegang Supersemar untuk
setiap saat menjadi presiden apabila presiden berhalangan.
Kesehatan Soekarno sudah mulai menurun sejak
bulan Agustus 1965. Sebelumnya, ia telah dinyatakan mengidap gangguan ginjal
dan pernah menjalani perawatan di Wina, Austria tahun 1961 dan 1964. Prof. Dr. K.
Fellinger dari Fakultas Kedokteran Universitas Wina menyarankan agar ginjal
kiri Soekarno diangkat tetapi ia menolaknya dan lebih memilih pengobatan
tradisional.105 Ia masih bertahan selama 5 tahun sebelum akhirnya meninggal
pada hari Minggu, 21 Juni 1970 di RSPAD (Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat) Gatot
Subroto, Jakarta dengan status sebagai tahanan politik. Jenazah Soekarno pun
dipindahkan dari RSPAD ke Wisma Yasso yang dimiliki oleh Ratna Sari Dewi.
Sebelum dinyatakan wafat, pemeriksaan rutin terhadap Soekarno sempat dilakukan
oleh Dokter Mahar Mardjono yang merupakan anggota tim dokter kepresidenan.
Tidak lama kemudian dikeluarkanlah komunike medis yang ditandatangani oleh
Ketua Prof. Dr. Mahar Mardjono beserta Wakil Ketua Mayor Jenderal Dr. (TNI AD)
Rubiono Kertopati.
Komunike medis tersebut menyatakan hal sebagai berikut: a) Pada hari Sabtu tanggal 20 Juni 1970 jam 20.30 keadaan kesehatan Ir Soekarno semakin memburuk dan kesadaran berangsur-angsur menurun; b) Tanggal 21 Juni 1970 jam 03.50 pagi, Ir. Soekarno dalam keadaan tidak sadar dan kemudian pada jam 07.00 Ir. Soekarno meninggal dunia; c) Tim dokter secara terus-menerus berusaha mengatasi keadaan kritis Ir. Soekarno hingga saat meninggalnya.
Walaupun Soekarno pernah meminta agar dirinya
dimakamkan di Istana Batu Tulis, Bogor, namun pemerintahan Presiden Soeharto
memilih Kota Blitar, Jawa Timur, sebagai tempat pemakaman Soekarno. Hal
tersebut ditetapkan lewat Keppres RI No. 44 tahun 1970. Jenazah Soekarno dibawa
ke Blitar sehari setelah meninggalnya dan dimakamkan keesokan harinya
bersebelahan dengan makam ibundanya. Upacara pemakaman Soekarno dipimpin oleh
Panglima ABRI Jenderal M. Panggabean sebagai inspektur upacara. Pemerintah kemudian
menetapkan masa berkabung selama tujuh hari.
Terima kasih artikelnya sangat bermanfaat. Salam kenal, terus berkarya dengan informasi yang terupdate. Semoga sukses.
BalasHapus